Wednesday, May 29, 2013

Pemasangan Pondasi dan Bikisting

Setelah proses penggalian selesai, dilakukanlah proses pemasangan pondasi. Pondasi dibuat dari potongan pecahan batu besar yang disusun dengan menggunakan campuran semen dan pasir sebagai perekat batu-batu tersebut. Campuran pondasi ini dibuat dengan komposisi sebagai berikut untuk setiap 2 truk batu dicampur dengan 1 truk pasir dan 15-20 sak semen. 

Di sudut-sudut rumah dipasang kolom-kolom beton yang terdiri atas susunan besi-besi yang diisi dengan campuran semen, pasir dan batu-batu kecil (batu split). Besi-besi ukuran 10 mm dipilih untuk menjamin kekuatan bangunan menopang lantai satu dan dua. Besi-besi ini kemudian disusun per empat buah dengan cincin-cincin besi 8 mm sebagai pengikat sehingga membentuk tiang cor. Ukuran susunan tiang vertikal adalah 15 cm X 10 cm, sementara ukuran susunan ring cor horisontal adalah 12 cm X 10 cm. Tiang-tiang vertikal di pasang di setiap jarak maksimal 3 m. Di setiap tiang tersebut disambung dengan tiang besi yang lebih besar ukuran 12 mm dengan kedalaman susunan tiang masuk ke dalam tanah 80 cm. Untuk campuran adonan di dalam rangka besi tersebut dimasukkan semen, pasir dan batu split dengan perbandingan 1:2:3.

Teknik pemasangan besi inipun tidak bisa sembarangan. Pertama-tama, tanah perlu dilapisi dengan pasir dan adukan semen pasir terlebih dahulu. Hal ini untuk menjamin bahwa besi tidak terhubung dengan tanah dan air yang berpotensi menyebabkan karat pada besi. Jika besi berkarat maka kekuatan bangunan akan berkurang. Hal ini sangat berbahaya bagi keamanan bangunan dalam jangka panjang.


Setelah pondasi selesai terpasang, maka pada bagian yang akan menjadi tumpuan untuk rumah kayu lantai dua akan dipasang bikisting untuk pengecoran.  Pembuatan bikisting menggunakan kayu albasia. Kayu albasia berasal dari pohon albasia atau dikenal sebagai pohon sengon. Kayu sengon adalah sejenis kayu yang cepat sekali tumbuh. Dalam usia 4-5 tahun kayu albasia dapat dipanen dan diambil papannya.

Kayu ini merupakan kayu lunak, ringan dan sangat disukai rayap. Kayu ini tidak terlalu kuat sehingga jarang digunakan untuk keperluan di luar rumah. Saat ini kayu ini sering digunakan untuk pembuatan perabot dalam rumah dengan harga yang terjangkau.

Papan-papan kayu albasia ini dibeli dari toko material setempat. Untuk menghemat penggunaan kayu albasia, pemasangan bikisting dilakukan secara bergilir. Mula-mula pemasangan bikisting dilakukan di salah satu dinding rumah. Sementara menunggu cor-coran menjadi keras, para tukang melakukan kegiatan yang lain, seperti melanjutkan penggalian dan pemasangan batu pondasi di bagian dinding rumah lainnya.


Setelah cor-coran di pondasi salah satu dinding rumah tersebut mengeras, bikisting kayu albasia tersebut dilepas dan digunakan untuk bikisting bagian rumah lainnya. Dengan cara ini, penggunaan kayu albasia dapat dihemat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, misalnya ada beberapa bagian cor-coran yang harus dilakukan sekaligus. Untuk kasus seperti ini, pemasangan bikisting juga harus sekaligus.


Konsekuensi dari penghematan ini adalah pengaturan jadwal kerja tukang. Kita perlu memperkirakan pekerjaan apa saja yang harus dilakukan dalam beberapa waktu ke depan, misalnya satu bulan. Kemudian kita mendata seluruh daftar pekerjaan yang ada yang memperkirakan waktunya. Kemudian disusun tahapan kerja dan pembagian tugas berdasarkan kebutuhan lapangan. Ada kalanya memang terjadi perubahan-perubahan dari hari ke hari, sehingga fleksibilitas juga dibutuhkan untuk memastikan semua target dapat terlaksana dengan baik.


Foto di atas dibuat di Rumah KAIL pada akhir bulan Mei 2014.


Sunday, May 19, 2013

Penggalian Pondasi


Proses penggalian pondasi awalnya dilakukan oleh tukang-tukang Cigarugak. Tetapi ketika KAIL memutuskan untuk membuat bangunan menjadi 2 lantai, maka tanah yang digali menjadi lebih banyak. Karena tanah yang digali menjali lebih banyak, maka waktu yang dibutuhkan untuk menggali tanahpun menjadi semakin lama. 

Untuk mempercepat waktu penggalian, direkrutlah tukang khusus yang memang berprofesi sebagai tukang gali. Proses penggalian memakan waktu beberapa hari dan melibatkan 14 orang tukang gali dari Majalengka. Mereka adalah orang-orang yang merantau dari desanya ke berbagai kota besar, khususnya Jakarta dan Bandung. Di kota-kota tersebut mereka tinggal bersama dan mencari proyek-proyek galian. Dalam proses penggalian mereka dibayar secara borongan secara kolektif dengan perhitungan per meter kubik.


Para tukang tersebut melakukan penggalian dengan menggunakan cangkul. Hasil cangkulan kemudian diangkut dengan menggunakan tampah dari bambu yang diletakkan dalam pikulan khusus untuk mengangkut tanah hasil galian. Hasil galian kemudian dikumpulkan dan digunakan untuk meratakan tanah di halaman depan lantai satu. Tumpukan tanah tersebut berbentuk bukit-bukit kecil yang akan diproses kembali di kemudian hari setelah bangunan rumah kail selesai dibangun.

Halaman tersebut nantinya akan menjadi tempat untuk berkegiatan, duduk-duduk santai dan tempat bermain untuk anak-anak.




Dengan bantuan para tukang gali ini, proses penggalian berjalan lebih cepat. Proses penggalian yang semula diperkirakan memakan waktu sebulan bila dilakukan hanya oleh tukang Cigarugak, menjadi lebih pendek. Para tukang gali Majalengka memperkirakan waktu satu minggu untuk penyelesaian pekerjaan tersebut. Pada kenyataannya, mereka mengajak lebih banyak orang sehingga proses penggalian dapat berjalan lebih cepat. Dalam waktu kurang dari satu minggu (hanya sekitar 3 hari) ternyata mereka sudah berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

Setelah proses penggalian selesai, para tukang gali pulang ke Majalengka atau ke rumah sewaan mereka di Bandung dengan menggunakan ojeg. Karena mereka tidak sabar ingin segera pulang, sementara ojeg yang datang jarang, maka sebagian dari mereka memilih untuk membonceng ojeg berdua.

Foto-foto di atas diambil di lokasi pembangunan rumah kail pada akhir bulan Mei 2013.